Chapter 4
Kejadian yang telah
berlalu sekian tahun namun sungguh ia syukuri sekarang,bukan rasa benci ataupun
muak yang tertinggal dihatinya lagi sekarang. Ia sudah berumur 15 tahun dan
umur ini sudah cukup dewasa menurutnya,dulu ia selalu menangis mengingat
kejadian malam ‘itu’ tetapi sekarang ia
bisa menertawakannya bersama bibi didepan hidangan mewah yang tertata apik dimeja
makan. Antonio selalu tertawa terpingkal-pingkal sembari meneteskan air mata
tiap kali menceritakan apa yang ia lihat dimalam itu. Tepat 7 tahun kejadian
malam ‘itu’ dan ia selalu merayakannya tiap tahun layaknya acara ulang tahun.
Pikirannya kembali menerawang kemasa lalunya yang telah ia kubur,hanya untuk
sekali dalam setahun ia selalu mengingatnya.
Ketika malam ‘itu’,untuk kesekian kalinya ia
mengundang sahabatnya untuk menginap. Anak itu seusia dengan dirinya,meskipun
tidak sekelas tetapi mereka cukup akrab. Dikarenakan mereka berdua sering
menjadi korban olok-olokan,persamaan nasiblah yang membuat mereka menjadi
sahabat. Seperti biasa sahabatnya datang dengan dijemput oleh papi menggunakan
mobil,mereka bermain vidio game dikamar antonio dan papinya sesekali menemani
mereka. Mengusap penuh kasih sayang kepuncak kepala sahabatnya seraya tersenyum
manis. Inilah penyebab antonio sering mengundang sahabatnya untuk menginap
kerena ia bisa melihat senyum langka papi tercinta. Mereka biasa tidur dikamar
antonio yang tergolong besar dengan kasur king terletak disebelah balkon lantai
atas “antonio,kau hebat memiliki kamar sebesar ini” ucap sahabatnya disela-sela
celotehan antonio “ah,aku tidak bisa berbangga hati dengan ini.karena ini bukan
milikku,jika aku bisa memiliki separuh saja dari perusahaan papi mamiku aku
bisa jadi milyader” celoteh antonio membuat sahabatnya terkikik geli “kau
sangat beruntung antonio,tidak seperti aku yang hanya terlahir dari seorang
pelacur” “jangan begitu,dia itu kan ibumu” ucap antonio dengan memunggungi
sahabatnya “hmm iya kau benar,antonio” jawabnya “nio... kau boleh memanggilku
dengan nio saja” ucap antonio merasa bersalah telah mengungkit kemiskinan
sahabatnya.
Seperti biasa pula
papinya memberikan ciuman selamat tidur pada mereka berdua,papinya tidak pernah
melakukan hal seperti ini dihari-hari biasa,pasti karena ada sahabatnya disini
jadi papi ingin memberikan kesan bahwa ia ramah dan baik padahal tidak,batin
antonio ketika keningnya dikecup. Papinya keluar dengan senyum mengembang
dibibirnya,entah apa artinya. Malam itu angin bertiup dengan kencannya,hujan
terus mengguyur sejak tadi sore dan kali ini ranting pohon menghantam-hantam
kaca jendela kamarnya yang berada dibalkon menimbulkan suara berisik. Sukses
membuat antonio kaget dan terbangun dari mimpinya, ia meraba kesisi kanan
tempat tidurnya tapi disitu tidak ada sahabatnya mungkin dia sedang kekamar
mandi. Tanpa pikir panjang ia segera menuju kamar dilantai tiga melalui koridor
dan ruang tengah yang terdapat jam dinding berukuran besar menunjukan pukul 11
malam,rupanya ia baru saja terlelap namun sudah harus dibangunkan oleh suara itu.
Ia berjalan setengah mengantuk dengan menyeret selimut yang tergulung asal oleh
empunya. Seperti biasa ia memasuki kamar papinya tanpa mengetuk pintu “papi...
aku takut.. boleh aku tidur dengan papi malam ini...” ucapan antonio tiba-tiba
saja melemah di akhir kalimatnya. Selimut yang ia genggam terjatuh mengumpul
dikaki kecilnya,matanya terbelalak melihat apa yang terjadi didalam sana. Papi
yang ia cinta bersama dengan sahabatnya sedang melakukan sesuatu disana, yang
ia tau pasti apa itu. Sahabatnya terengah-engah dengan muka memerah penuh peluh
dengan kemeja putih nan basah tak terkancing melapisi tubuhnya yang setengah
telanjang,dengan papinya menindih diatas tubuh kecil sahabatnya. Tangan kiri
sahabatnya menutupi bibir ranum itu menahan desahan-desahan yang keluar,matanya
hanya terbuka setengah dengan alis tertaut di kening menampakan ekspresi
menyesal. Aroma wewangian bunga mawar dan vanili tercium manis diindera
penciuman milik domba kecil. Papinya terlihat sangat marah mendapati antonio
berdiri terpaku didepan pintu kamarnya. Malam itu memang maminya pergi keluar
kota,seperti biasa maminya selalu menghindar untuk bertemu dengan sahabatnya.
Mereka memiliki hubungan spesial yang tidak kuketahui !!!,pekik antonio didalam
pikirannya. Jadi inikah alasannya mami tidak pernah mau menemui sahabatnya
“kenapa...? kenapa...? KENAPA?! KENAPA KAU LAKUKAN INI!! HERMES???!!!!!!” suara
teriakan terlontar dari mulut kecilnya “KECILKAN SUARAMU!! ANTONIO!!! Kau
menakutinya....” semprot papinya,baru kali ini papi membentak dirinya. Ini
sanggup membuat antonio kecil gemetar ketakutan, ia lalu diseret keluar oleh papinya
dengan kasar dan dilempar koridor ruangan lantai tiga yang berjejeran lukisan
antik “dia itu boneka kesayangan ku! Jangan berani-beraninya kau membentak dia
antonio! Dia bahkan lebih berharga dari kau! maupun mamimu,kau tau!” pekik
papinya dengan berkacak pinggang. Si domba kecil tetap tidak percaya apa yang
barusan ia lihat, apa ini? Apa ini? Apa-apaan ini semua...? tolong siapapun
hentikan! Hentikan ! hentikan semua kegilaan ini....!,semua kemarahan
terselubung dalam gemetar tubuh kecilnya.
to be continue......
saya tidak pandai dalam berkata-kata namun saya berharap ceerita ini dapat menghibur siapapun yang membacanya dan saya akan menerima komentar apapun demi pembelajaran saya. sudikah kiranya kalian yang walau sekilas membacanya memberikan komentar. hehe... terlalu alay ya... maafkanlah... salam ...
EmoticonEmoticon