normal

20.47
siang semuanya seperti biasa kali ini mirru akan membagikan kalian sebuah cerpen terbaru yang baru saja mirru buat, oh senangnya mirru bisa kembali lagi ke dunia ini karena selama ini mirru sedang banyak tugas yang segunung atau bisa disebut segudang. ah fine abaikan mengenai segala ocehan gak berguna mirru dan nikmati cerpen buata mirru kali ini, agak panjang sih tapi mirru harap kalian menyukainya. ini cerpen tentang persahabatanya ya.... enjoy it guys



Normal
Disclaimer: milda
Genre: persahabatan
Warning: gaje,typo, OOT.
                ‘normal’ merupakan kata yang sangat ia idamkan untuk mengklaim mengenai dirinya juga keluarganya. Ia seperti layaknya anak kebanyakan bersekolah dan menikmati kehidupan remajanya, tetapi ada satu hal yang membuat mereka berbeda dari orang kebanyakan. Ya, seluruh keluarganya merupakan indigo tak terkecuali dirinya. Ia selalu dijauhi kawan-kawannya semasa berada di Sekolah Dasar karena kondisinya, banyak teman yang mengatakan ia anak aneh karena terkadang ia berteriak sendiri didalam kelas secara tiba-tiba dan sewaktu ia menceritakan apa yang ia lihat tak seorangpun dikelasnya yang mempercayai. Ini bukanlah kemauannya memiliki kemampuan seperti ini tapi seluruh keluarganya memang seperti itu, ia tidak bisa mengatakan ini kutukan atau berkah. Tetapi semuanya terasa ringan ketika ada seorang murid pindahan yang datang kesekolah dasarnya, seseorang yang tidak mengetahui mengenai siapa ia yang sebenarnya dan ada kemungkinan ia bisa berteman dengannya.  Murid pindahan itu kini sudah menjadi kawan baiknya sampai mereka berada di SMA  “hei, Cia.... kamu ndengarin ceritaku gak sih?” tanya kawannya yang sedari tadi ia diamkan bercerita tetapi tidak sekalipun ia berikan respon kecuali anggukan, “ah, iya-iya maaf. Ayo lanjutkan ceritamu” jawabnya dengan tersenyum. Gadis dihadapannya ini memang mudah di luluh dan kembali bercerita, Fericia berusaha mendengarkan cerita kawannya tetapi tetap saja sedang tidak karuan. Pikirannya terpecah karena ia harus memperhatikan dua mahluk yang tengah curhat kepadanya, entah sejak kapan ia menjadi biro curhat antara dua dunia. Kawannya yang berada didunia nyata dan dapat ia sentuh sedang bercerita mengenai akhir liburan natal keluarganya yang penuh kebahagiaan, sedangkan mahluk yang tak kasat mata ini justru bercerita sebaliknya mengenai bagaimana ia mati mengenaskan pada saat berlibur dengan keluarganya. Fericia menjadi bingung harus memasang ekspresi apa untuk menghadapi mereka, tetapi ia sebenarnya masih ada rasa yang mengganjal dibenaknya.
Sebuah persahabatan seharusnya dilandasi dengan sikap saling jujur satu sama lain dan tidak saling berbohong atau menyembunyikan suatu hal terhadap sahabatnya, tetapi Fericia merasa bersalah karena sudah menyembunyikan fakta mengenai dirinya yang merupakan seorang indigo. Masih lekat dibenaknya mengenai salah satu ocehan Arisa yang mengatakan bahwa ia takut berada didekat orang yang dapat melihat mahluk gaib atau mahluk tak kasat mata, ini semakin menakut-nakuti benaknya akan kehilangan satu-satunya sahabat yang paling berharga dalam hidupnya. Jadi, selama ini ia berusaha mengekang semua informasi yang mungkin akan membeberkan mengenai siapa dia yang sebenarnya. Ia menjauhkan Arisa dari orang lain dengan mengatakan hal-hal buruk mengenai kandidat sahabat baru Arisa, Fericia tahu ini merupakan perbuatan yang salah tetapi ia tidak punya pilihan lain karena ia tidak mau kalau sampai ia harus berpisah dengan sahabat yang paling berharga bagi dirinya ini. Jika ia mau menghitung sejak waktu mereka bertemu hingga sekarang maka sudah puluhan bahkan ratusan orang yang ia singkirkan yang berencana menjadi sahabat baru mereka berdua, entah itu lelaki maupun perempuan semuanya ia berusaha jauhkan. Fericia tidak mau ada yang mendekati mereka kemudian mengatakan jati dirinya kepada Arisa sahabatnya, hampir sepanjang waktu mereka dihabiskan bersama. Mereka memasuki sekolah yang sama bahkan kelas merekapun selalu sama, ini terlihat tidak masuk akal bahkan ketika ada seorang siswa dari kelasnya yang menyatakan cinta kepada Arisa ia langsung bertindak dengan menarik Arisa pergi menjauh. “jadi, seperti itualah... liburan natal yang menyenangkan bersama keluargaku, bagaimana dengan liburan natalmu, Cia?” tanya balik Arisa penuh rasa penasaran. “ah, keluargaku tidak pergi kemana-mana kami menghabiskan waktu seharian bersama didepan perapian” sahut Fericia sekenanya. “e’hem, permisi nona-nona menganggu sebentar. Arisa kau ada waktu sebentar ? aku ingin berbicara denganmu, boleh?” tanya seorang siswa yang populer disekolahnya. “wah, Arisa beruntung sekali ya..” gumam salah seorang siswi dikelasnya “iya kau benar, aku saja pasti mau diajak  berbicara dengan senior Abi” sahut yang lain, seketika kebisingan memenuhi kelas hingga sosok muda-mudi itu keluar kelas. “aku pergi dulu ya Cia” gadis ini dengan muka berbinar dan sedikit memerah karena tangan kanannya digandeng oleh Abi, ketua osis yang populer karena ketampanannya. Setiap gadis pasti menginginkan menjadi pacarnya tak terkecuali Arisa, tapi ini tidak bisa dibiarkan aku tidak mau kalau Abi sampai memberitahu sahabatnya mengenai dirinya baik sengaja maupun tidak ia harus bergegas. Ia melangkah mencari mereka sosok muda-mudi yang baru saja pergi. Ia berkeliling sekolah dengan berlari tetapi mereka tidak ditemukan dimanapun, ia mengendarkan pandangannya dengan teliti ia menyeleksi setiap anak yang sedang hilir mudik di jam istirahat. “ugh, sial. waktunya sangat mepet” gumam ia  setelah melihat jam tangannya yang menunjukan sebentar lagi kelas akan dimulai. Kemudian ada sosok tak kasat mata yang tadi curhat kepadanya dan menunjukan jalan yang mengarah ke halaman belakang sekolah, ia kembali berlari menuju arah yang dimaksud. Sosok tak kasat mata itu menghilang di pohon yang cukup besar dan rindang, kelopak bunga merah terang itu berguguran terbawa angin. Di balik pohon rindang itu ia menemukan sosok yang sedang ia cari, pupil matanya segera mengecil akibat kaget. Kaki kecilnya bergerak sendiri membawa tubuh itu kearah kedua sosok itu berdiri, dengan sekejap ia meraih tangan kanan sahabatnya dan sekali sentak ia memeluk sahabat yang paling berharga dalam hidupnya. Ia tidak menyangka mereka berdua hendak berciuman di kawasan sekolah, ini pasti senior Abi yang memaksa Arisa untuk melakukannya. Ia menarik Arisa sebelum kedua bibir mereka sempat bersentuhan, ia menatap seniornya dengan mata penuh kemarahan. “berani-raninya kau menyentuh sahabatku ! kau mahluk tidak tahu diri ! otak mesum ! jadi, selama ini kau mengincar sahabatku hanya untuk menjadi pelampiasan sexcual frustation yang kau miliki hah?!” pekik Fericia menggebu-gebu, “itu bukan masalah, selama kami berpacaran” jawab Abi dengan entengnya. “kau ! mahluk paling hina yang pernah ku temui ! kau bahkan lebih bejat dari binatang !...kau son of bitch..” ucapannya berpotong karena sebuah tamparan keras mendarat dipipi kirinya, menyisakan bekas merah seperti tangan disana. Felicia menatap wajah Arisa yang mulai terlihat samar karena air mata menggenang, ia menyentuh pipinya yang terasa panas. Wajah sahabatnya terlihat merah padam dengan air mata yang juga mulai menggenang, aura kemarahan menyelubungi seluruh tubuh dirinya.
Air matanya tak lagi terbendung membanjiri kedua pipi itu, tangan yang sedetik lalu menampar pipinya terlihat bergetar kencang. Air mata Fericia ikut mengalir karena ia merasa bersalah telah melukai sahabat satu-satunya, sosok yang menyebabkan semua ini justru melangkah mundur “kalau seperti ini jadinya, aku tidak akan pernah menerima surat cinta darimu. Kita akhiri disini saja, Arisa” ucap sosok tinggi itu dan pergi menghilang entah kemana. Arisa tak kuasa menahan semua emosi yang membelenggu dihati juga pikirannya, tangisan semakin kencang karena merasakan kekecawaan yang mendalam. Ia jatuh terduduk, menutupi semua wajah dengan kedua tangan gemetar  yang semakin memerah padam sampai ketelinganya. Fericia merasa bersalah karena telah merusak hubungan cinta sahabatnya, perlahan ia mendekati Arisa kemudian berusaha meraih tangan yang bergetar itu tetapi ditampis dengan kasar oleh sang pemilik. “jangan berani-berani kau menyentuhku! Tinggalkan kau sendiri !” pekik gadis bersurai panjang ini, lidah Fericia menjadi kelu ia terpaku melihat betapa terpukulnya Arisa. Ia tidak pernah mengira akan menjadi seperti ini, gadis berambut pandek itu duduk bersimpuh. Kesenyapan menerkam mereka, Fericia menyadari ini sudah terlampau batas mencampuri urusan pribadi sahabatnya dan terlalu overprotective. Tapi ia tidak ingin berbohong lebih dari ini, sudah cukup ia membohongi sahabatnya yang satu ini. “maaf.... Arisa. Aku benar-benar minta maaf mengenai semua yang kulakukan. Aku tidak bermaksud untuk seperti ini, aku hanya.... “ ucapannya kembali terputus oleh seseorang “sudah cukup !” ucap Arisa. “dengarkan aku dulu ! aku memiliki penjelasan atas semua tindakan ku!” cerocos Fericia tetapi Arisa justru menutupi kedua telinganya “aku tidak mau dengar! Aku tidak mau dengar! Aku tidak mau dengar alasanmu!” teriak Arisa dengan menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menangis semakin deras. Fericia memegangi kedua tangan sababatnya yang terus menerus gemetar “ dengarkan aku Arisa. Berikan aku waktu untuk menjelaskan semuanya, ya?” ucapnya berusaha menenangkan. Gadis dihadapannya sudah mulai berhenti menangis dan menghapus air matanya, bahu gadis itu masih bergetar sedikit tetapi sudah sedikit tenang. “kau adalah satu-satunya sahabatku dan orang pertama yang mau menerima keberadaanku, kau ingat dulu kau pernah mengatakan bahwa kau takut dengan orang indigo?. Nah, alasan selama ini aku berusaha mengekangmu karena aku adalah seorang indigo” ucap Fericia, seketika ada angin yang menghembus menerpa mereka berdua. “aku takut kau akan meninggalkanku kalau kau tahu aku seorang indigo yang sangat kau takuti selama ini” sambungnya dengan berusaha memasang muka tersenyum, namun air mata kembali mengalir di pipinya “aku tidak mau persahabatan kita berakhir” sambungnya lagi seraya menyeka air mata itu dengan lengan seragam berwarna gelap. GRAP ! seperti ada sepasang tangan yang melingkasi dirinya dan menebarkan hawa hangat disekujur tubuhnya, dengan lembut ada sebuah bisikan yang menggetarkan gendang telinga “ aku sudah tahu sejak lama bahwa kau indigo, aku sudah menyadarinya sejak pertama kali aku melihatmu. Tetapi aku akan tetap menjadi sahabatmu selamanya, apapun yang terjadi nantinya. Jadi, berhentilah mengkhawatirkan hal-hal yang tidak perlu kau khawatirkan. Dasar otak udang” celetuk Arisa seraya memukul kecil kepala sahabatnya itu dan melepaskan dekapannya. “trimakasih sudah menjadi sahabatku, Arisa” ucap membalas pelukan sahabatnya ini “ok ok , selesai acara sedihnya. Kita kembali kedunia nyata? Hallo apa kabar dunia nyata? Kelas sudah dimulai lho” ucap Arisa mencairkan suasana dengan lelocan garing miliknya “a ha ha ha sepertinya dunia sudah kembali tertawa. Ngomong-ngomong siapa yang lapar? Ayo kita pergi ke kantin! ”ucap Fericia dengan semangat langsung berdiri “bagaimana dengan kelas?” tanya Arisa bingung karena tubuhnya langsung diseret oleh sahabatnya, “aahh.... kita bolos saja, kali ini aku yang mentraktirmu ok ?” ucap Fericia dengan mengacungkan ibu jarinya “ah ! kalau seperti itu mah susah menolaknya, ayo !” sahut    Arisa yang bersemangat. Kebohongan itu seperti bangkai yang tidak terkubur lama kelamaan bau busuknya juga akan tetap tercium, jadi bukankah lebih baik mengatakan yang sebenarnya saja.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »