bagaimana tahun baru di negara kalian? banyak kembang api kan pasti?
hihihi... dinegara mirru banyak banget kembang api yang justru menurut mirru mengganggu baget tapi ya itu identik dengan tahun baru sih ya... nikmati saja. oke move on dari tahun baru sekarang kembali dengan cerpen mirru yang terbaru berjudul pride. hope you like it
Pride
Disclaimer: milda
Genre: psikology
Rated: 15+
Warning: typo,OOT.
Suasana
semakin memanas ketika sosok pembuat onar ini muncul dihadapan meja sidang
dengan wajah datarnya, “sudah saya katakan dari dulu bahwa ia biang kenakalan
anak-anak, apapun yang kau katakan ia tidak akan mau mengikuti perintahmu
barang sejengkalpun” ucap salah seseorang dengan menuding remaja dengan
bertubuh kecil berbalut baju putih yang sobek sana-sini. Rambutnya berwarna
kemerahan mungkin karena ia terlalu banyak berada di luar ruangan yang berudara
panas sehingga kulitnya juga menggelap, rambut itu juga sudah mulai memanjang
hingga menutupi pandangannya tetapi dibalik mereka tidak manyadari adanya
sesosok malaikat yang bersembunyi dibaliknya. Semua orang bersiteru didalam
ruangan kecil itu adanya menyuruh memindahkan sosok ini ke tempat lain, ada yang
mengatakan ia harus dihukum, dan ada banyak sekali argumen yang sedari tadi
berlawanan arah. Sekejap kemudian semunya berhenti berargumen karena kelelahan
menekankan segala pendapat mereka mengenai bocah yang satu ini. mereka berjalan
menuju tempat duduk masing-masing setelah melakukan perdebatan sengit, hal ini
selalu terjadi seperti kegiatan mingguan disini. Semua berbisik-bisik apa yang
akan menjadi alasan anak ini dihukum karena terlalu sering melanggar peraturan,
“kejadian seperti ini sudah menjadi hal biasa disini , bagaimana kalau kita
menangani seperti biasanya saja?” usul salah seorang senior “itu tidak cukup
berat, ia terus mengulang kesalahan setiap minggu” bantah yang lainnya
menyebabkan adu argumen kembali pecah. “cukup semuanya, biarkan aku yang
mengurusnya” ucap salah seorang berjalan menghampiri sosok pembuat onar “kau,
ikut aku” ucapnya seketika mata mereka bertemu dan menandakan ada sedikit binar
disana. Namun, binar itu dalam sekejap menghilang setelah ada ukiran senyuman
di bibir sang pemilik.
Mereka berjalan meninggalkan ruangan
yang cukup menguras tenaga untuk sekedar berargumen mengenai hukuman apa yang
cukup berat untuk menghukum sosok yang kini berjalan disebelahnya, sosok ini
tak henti menatap tanah. Ia menghentikan langkah kakinya untuk mengajak sosok
ini berhenti disebuah kebun yang selalu dirawat secara bergantian oleh
anak-anak yang tinggal disini. Bagi ia sosok disebelahnya ini sangat misterius,
setiap kata yang terucap dari bibir itu selalu mengundang sejuta makna untuk diartikan
dan setiap tingkah lakunya selalu dianggap membawa keonaran untuk tempat ini,
“hei, kau lihat bunga berwarna putih itu? Bukankah indah untuk dilihat? Ah,
coba lihat juga ada paviliun, kita
bisa mengobrol disana” ajak sosok yang cukup tinggi ini menggandeng erat tangan
sosok ini dengan perlahan mereka berjalan, tetapi tepat duduk di paviliun tubuh kecil itu mulai bergetar
dengan hebatnya. Tangan yang sedari tadi ia genggam terasa mendingin, terlihat
sosok itu tidak asing lagi dengan tempat ini “Lyndon, coba lihat suasana
disekitarmu. Bukankah kau juga salah satu yang merawatnya? Kenapa kau merusaknya
kemarin?” tanya pria berahang tegas ini
to the point, tidak ada jawaban sosok ini hanya berdiri didepannya seolah
menolak untuk duduk. Kedua tangannya menggenggam erat ujung kemeja putih itu
dengan gemetar, air mata mulai membasahi pipinya, dan kaki itu terlihat mulai
gondai. Ketika bahu bergetar hampir itu disentuh seketika tubuh kecil itu
menyentak kebelakang, mengakibatkan sang pemilik terjerembak ke lantai paviliun. “tenang, tenang dulu Lyndon.
Aku tidak akan memarahimu ataupun memukulimu karena kau merusak taman kemarin,
oke? “ ucapnya berusaha menenangkan tetapi dibalas dengan gelengan kepala
“jangan” ucapnya pendek, jawaban itu membuat ia termenung sebenarnya apa yang
ingin bocah remaja ini.
Ukuran
tubuhnya lebih kecil dari ukuran bocah remaja kebanyakan, “Lyndon, kau bisa
bercerita padaku kenapa kau merusak taman kemarin?” bujuk pria ini sekali lagi
tetapi tetap saja diam yang ia dapatkan. Ia menatap langit-langit paviliun yang berhiaskan lukisan langit
biru nan indah kemudian menutup matanya bersamaan dengan kesenyapan menerkam
mereka “Profesor?” suara kecil itu memanggil dirinya dengan lembut. Ia menatap
dengan lekat remaja yang sedang duduk mendekap lututnya dilantai menatap
dirinya dengan mata sembab itu, “aku merasa aku memang pantas dihukum, jangan
diam ” ucapnya seraya menggulirkan bola mata indah itu kearah samping kiri
bawah. Ini membuat sang Profesor merasa miris “jadi? “ jawabnya dengan menaikan
salah satu alisnya, “aku – aku tidak mau berasa disini” ucap Lyndon dengan nada
bergetar. “berikan alasan padaku kenapa aku harus menghukummu, kau anak yang
bagus dalam memperbaiki segala hal contohnya saja kau memperbaiki pagar kandang
ternak, kau memperbaiki sepeda Ketrin yang rusak, kau memperbaiki bunga yang
terinjak ditepi jalan, kau memperbaiki saluran air, dan kau bersusah payah
mengambil cicin milik miss Merry yang terjatuh di antara tenaman semak berduri.
Sepanjang ini aku tau kau anak yang baik, hanya satu hal yang menyebabkan aku
bingung kenapa kau sengaja melakukan kesalahan – kesalahan sepele?” semua
ucapan Profesor membuat ia ternganga tak tau harus menjawab apa “ba – bagimana
profesor tau mengenai semuanya?” tanya Lyndon balik, “Lyndon, kau dan anak-anak
yang lain sudah kuanggap anak ku sendiri. Tapi kalau kau tidak mau menceritakan
alasan kenapa kau merusak taman maka aku tidak akan memaksamu, karena kemarin
sedang dinas keluar kota sehingga aku kehilangan satu hari berhargaku untuk
mengingat semua kejadian berharga dipanti asuhan ini” ucap sosok bijaksana ini
menerawang jauh. “aku akan bercerita, kemudian memberikan kenangan yang
berharga untuk anda Profesor. Alasan kenapa aku merusak taman ini karena aku
tidak menyukainya ” jawab Lyndon dengan menunduk “itu saja?” bujuk Profesor ini
“a-aku tidak menyukainya karena ada kenangan menyebalkan di taman ini, tidak !
ini bukan kenangan yang menyebalkan tapi menyedihkan, ah ! tidak ! mengerikan !
tidak ini kenangan yang menjijikan !” pekik Lyndon sedikit histeris “Lydon !
tenangkan dirimu! , mulai segalanya dengan perlahan” bujuk sang Profesor. Remaja
ini menceritakan sebuah cerita real
yang tidak bisa ia lupakan seumur hidup setelah mendengar segala ceritanya sang
Profesor menepuk pundak kecil itu kemudian berkata “jangan kau pikirkan lagi,
kembalilah ke kamarmu. Ingat kau itu anak baik ! bukan seperti yang di katakan
orang lain. Kau memiliki Malaikat didalam jiwamu yang menuntun mu ke jalan
kebaikan jadi jangan pernah berpikir kau anak yang seharusnya dihukum”.
Kaki
sang Profesor berjalan dengan gondai meninggal sosok yang segera bergegas pula
menuju ke ruangannya, ia masih terngiang-ngiang wajah Lyndon ketika bercerita
mengenai apa yang telah terjadi pada dirinya. Remaja itu bercerita mengenai
kenangan masa lalunya, ia memiliki kenangan buruk paviliun ini. ketika ia pindah ke panti asuhan ini karena ia ingin
menghindar dari saudara angkatnya tetapi suatu ketika saudara angkatnya datang
berkunjung seorang diri dan menemuinya di paviliun
taman. Semuanya berjalan dengan biasa namun ketika Lydon mulai mengungkit
mengenai pertunangan saudara angkatnya langsung menyergap tubuh kecilnya. Sosok
yang selama ini ia anggap kakak justru memiliki rasa suka pada dirinya, ia
tidak bisa menerima perasaan itu karena mereka bersaudara dan diatas semua
alasan mereka sama-sama remaja putra, tidak mungkin memiliki hubungan seperti
yang kakaknya harapkan. Tetapi alasan seperti itu tidak dapat diterima oleh
kakaknya “aku tidak bisa menerima alasan seperti itu!” ucap saudara angkatnya
“tapi !” sentak Lyndon tak bisa meneruskan perkataannya karena ia sudah tidak
sadarkan diri, ketika ia tersadar semua seragam yang ia kenakan sudah tanggal
dari badannya dan ini hanya mengartikan satu hal, ia telah kehilangan hal yang
paling berharga dalam kehidupannya. Ia melihat saudara angkatnya sedang
menyulut cerutu di sisi lain paviliun,
Lyndon hanya menangis dan merintih kesakitan “aku.. aku tidak bisa
menerimanya.... aku benci,kakak !” jeritnya. Ia tidak menyadari bahwa itu kata-kata
terakhir yang bisa ia utarakan kepada seseorang yang selama ini ia kagumi.
Seperti ada petir menyambar, keesokan harinya ia mendengar kabar bahwa saudara
angkatnya meninggal dunia karena bunuh diri
Lyndon merasa sangat bersalah akibat kematian saudara angkatnya. Ia
membuat orang tuanya menangis kembali dan ini menyebabkan ia merasa dirinya
tidak pantas menerima rasa kasih sayang dari siapapun lagi.
Semua
ucapan Lyndon menggerayangi benak sang Profesor, ia tidak pernah menyangka
dibalik persaudaraan ada masalah sebesar ini dan kalimat terakhir dari bibir
mungil Lyndon yang meresahkan dirinya, “i
have no pride anymore” . ucapan
remaja ini sungguh menyayat hatinya tetapi disisi lain masih bisa
bernafas lega sekalipun sosok misterius itu berkata ia tidak menginginkan kasih
sayang dan terlihat seperti sosok yang tidak layak hidup didunia ini, namun
jauh didalam dirinya masih tersimpan kebaikan yang membuat dirinya bertahan
sampai sekarang. Sepertinya tekat untuk memberikan kebaikan mendorong ia untuk terus
hidup di dunia ini , pikir sang Profesor kemudian berjalan kembali ke
ruangannya dengan langkah mantap.
EmoticonEmoticon