pride

22.54
siang semuanya sepertinya tahun baru berjalan dengan sangat meriah ya....
bagaimana tahun baru di negara kalian? banyak kembang api kan pasti?
hihihi... dinegara mirru banyak banget kembang api yang justru menurut mirru mengganggu baget tapi ya itu identik dengan tahun baru sih ya... nikmati saja. oke move on dari tahun baru sekarang kembali dengan cerpen mirru yang terbaru berjudul pride. hope you like it





Pride
Disclaimer: milda
Genre: psikology
Rated: 15+
Warning: typo,OOT.
                Suasana semakin memanas ketika sosok pembuat onar ini muncul dihadapan meja sidang dengan wajah datarnya, “sudah saya katakan dari dulu bahwa ia biang kenakalan anak-anak, apapun yang kau katakan ia tidak akan mau mengikuti perintahmu barang sejengkalpun” ucap salah seseorang dengan menuding remaja dengan bertubuh kecil berbalut baju putih yang sobek sana-sini. Rambutnya berwarna kemerahan mungkin karena ia terlalu banyak berada di luar ruangan yang berudara panas sehingga kulitnya juga menggelap, rambut itu juga sudah mulai memanjang hingga menutupi pandangannya tetapi dibalik mereka tidak manyadari adanya sesosok malaikat yang bersembunyi dibaliknya. Semua orang bersiteru didalam ruangan kecil itu adanya menyuruh memindahkan sosok ini ke tempat lain, ada yang mengatakan ia harus dihukum, dan ada banyak sekali argumen yang sedari tadi berlawanan arah. Sekejap kemudian semunya berhenti berargumen karena kelelahan menekankan segala pendapat mereka mengenai bocah yang satu ini. mereka berjalan menuju tempat duduk masing-masing setelah melakukan perdebatan sengit, hal ini selalu terjadi seperti kegiatan mingguan disini. Semua berbisik-bisik apa yang akan menjadi alasan anak ini dihukum karena terlalu sering melanggar peraturan, “kejadian seperti ini sudah menjadi hal biasa disini , bagaimana kalau kita menangani seperti biasanya saja?” usul salah seorang senior “itu tidak cukup berat, ia terus mengulang kesalahan setiap minggu” bantah yang lainnya menyebabkan adu argumen kembali pecah. “cukup semuanya, biarkan aku yang mengurusnya” ucap salah seorang berjalan menghampiri sosok pembuat onar “kau, ikut aku” ucapnya seketika mata mereka bertemu dan menandakan ada sedikit binar disana. Namun, binar itu dalam sekejap menghilang setelah ada ukiran senyuman di bibir sang pemilik.
          Mereka berjalan meninggalkan ruangan yang cukup menguras tenaga untuk sekedar berargumen mengenai hukuman apa yang cukup berat untuk menghukum sosok yang kini berjalan disebelahnya, sosok ini tak henti menatap tanah. Ia menghentikan langkah kakinya untuk mengajak sosok ini berhenti disebuah kebun yang selalu dirawat secara bergantian oleh anak-anak yang tinggal disini. Bagi ia sosok disebelahnya ini sangat misterius, setiap kata yang terucap dari bibir itu selalu mengundang sejuta makna untuk diartikan dan setiap tingkah lakunya selalu dianggap membawa keonaran untuk tempat ini, “hei, kau lihat bunga berwarna putih itu? Bukankah indah untuk dilihat? Ah, coba lihat juga ada paviliun, kita bisa mengobrol disana” ajak sosok yang cukup tinggi ini menggandeng erat tangan sosok ini dengan perlahan mereka berjalan, tetapi tepat duduk di paviliun tubuh kecil itu mulai bergetar dengan hebatnya. Tangan yang sedari tadi ia genggam terasa mendingin, terlihat sosok itu tidak asing lagi dengan tempat ini “Lyndon, coba lihat suasana disekitarmu. Bukankah kau juga salah satu yang merawatnya? Kenapa kau merusaknya kemarin?” tanya pria berahang tegas ini to the point, tidak ada jawaban sosok ini hanya berdiri didepannya seolah menolak untuk duduk. Kedua tangannya menggenggam erat ujung kemeja putih itu dengan gemetar, air mata mulai membasahi pipinya, dan kaki itu terlihat mulai gondai. Ketika bahu bergetar hampir itu disentuh seketika tubuh kecil itu menyentak kebelakang, mengakibatkan sang pemilik terjerembak ke lantai paviliun. “tenang, tenang dulu Lyndon. Aku tidak akan memarahimu ataupun memukulimu karena kau merusak taman kemarin, oke? “ ucapnya berusaha menenangkan tetapi dibalas dengan gelengan kepala “jangan” ucapnya pendek, jawaban itu membuat ia termenung sebenarnya apa yang ingin bocah remaja ini.
Ukuran tubuhnya lebih kecil dari ukuran bocah remaja kebanyakan, “Lyndon, kau bisa bercerita padaku kenapa kau merusak taman kemarin?” bujuk pria ini sekali lagi tetapi tetap saja diam yang ia dapatkan. Ia menatap langit-langit paviliun yang berhiaskan lukisan langit biru nan indah kemudian menutup matanya bersamaan dengan kesenyapan menerkam mereka “Profesor?” suara kecil itu memanggil dirinya dengan lembut. Ia menatap dengan lekat remaja yang sedang duduk mendekap lututnya dilantai menatap dirinya dengan mata sembab itu, “aku merasa aku memang pantas dihukum, jangan diam ” ucapnya seraya menggulirkan bola mata indah itu kearah samping kiri bawah. Ini membuat sang Profesor merasa miris “jadi? “ jawabnya dengan menaikan salah satu alisnya, “aku – aku tidak mau berasa disini” ucap Lyndon dengan nada bergetar. “berikan alasan padaku kenapa aku harus menghukummu, kau anak yang bagus dalam memperbaiki segala hal contohnya saja kau memperbaiki pagar kandang ternak, kau memperbaiki sepeda Ketrin yang rusak, kau memperbaiki bunga yang terinjak ditepi jalan, kau memperbaiki saluran air, dan kau bersusah payah mengambil cicin milik miss Merry yang terjatuh di antara tenaman semak berduri. Sepanjang ini aku tau kau anak yang baik, hanya satu hal yang menyebabkan aku bingung kenapa kau sengaja melakukan kesalahan – kesalahan sepele?” semua ucapan Profesor membuat ia ternganga tak tau harus menjawab apa “ba – bagimana profesor tau mengenai semuanya?” tanya Lyndon balik, “Lyndon, kau dan anak-anak yang lain sudah kuanggap anak ku sendiri. Tapi kalau kau tidak mau menceritakan alasan kenapa kau merusak taman maka aku tidak akan memaksamu, karena kemarin sedang dinas keluar kota sehingga aku kehilangan satu hari berhargaku untuk mengingat semua kejadian berharga dipanti asuhan ini” ucap sosok bijaksana ini menerawang jauh. “aku akan bercerita, kemudian memberikan kenangan yang berharga untuk anda Profesor. Alasan kenapa aku merusak taman ini karena aku tidak menyukainya ” jawab Lyndon dengan menunduk “itu saja?” bujuk Profesor ini “a-aku tidak menyukainya karena ada kenangan menyebalkan di taman ini, tidak ! ini bukan kenangan yang menyebalkan tapi menyedihkan, ah ! tidak ! mengerikan ! tidak ini kenangan yang menjijikan !” pekik Lyndon sedikit histeris “Lydon ! tenangkan dirimu! , mulai segalanya dengan perlahan” bujuk sang Profesor. Remaja ini menceritakan sebuah cerita real yang tidak bisa ia lupakan seumur hidup setelah mendengar segala ceritanya sang Profesor menepuk pundak kecil itu kemudian berkata “jangan kau pikirkan lagi, kembalilah ke kamarmu. Ingat kau itu anak baik ! bukan seperti yang di katakan orang lain. Kau memiliki Malaikat didalam jiwamu yang menuntun mu ke jalan kebaikan jadi jangan pernah berpikir kau anak yang seharusnya dihukum”.
Kaki sang Profesor berjalan dengan gondai meninggal sosok yang segera bergegas pula menuju ke ruangannya, ia masih terngiang-ngiang wajah Lyndon ketika bercerita mengenai apa yang telah terjadi pada dirinya. Remaja itu bercerita mengenai kenangan masa lalunya, ia memiliki kenangan buruk paviliun ini. ketika ia pindah ke panti asuhan ini karena ia ingin menghindar dari saudara angkatnya tetapi suatu ketika saudara angkatnya datang berkunjung seorang diri dan menemuinya di paviliun taman. Semuanya berjalan dengan biasa namun ketika Lydon mulai mengungkit mengenai pertunangan saudara angkatnya langsung menyergap tubuh kecilnya. Sosok yang selama ini ia anggap kakak justru memiliki rasa suka pada dirinya, ia tidak bisa menerima perasaan itu karena mereka bersaudara dan diatas semua alasan mereka sama-sama remaja putra, tidak mungkin memiliki hubungan seperti yang kakaknya harapkan. Tetapi alasan seperti itu tidak dapat diterima oleh kakaknya “aku tidak bisa menerima alasan seperti itu!” ucap saudara angkatnya “tapi !” sentak Lyndon tak bisa meneruskan perkataannya karena ia sudah tidak sadarkan diri, ketika ia tersadar semua seragam yang ia kenakan sudah tanggal dari badannya dan ini hanya mengartikan satu hal, ia telah kehilangan hal yang paling berharga dalam kehidupannya. Ia melihat saudara angkatnya sedang menyulut cerutu di sisi lain paviliun, Lyndon hanya menangis dan merintih kesakitan “aku.. aku tidak bisa menerimanya.... aku benci,kakak !” jeritnya. Ia tidak menyadari bahwa itu kata-kata terakhir yang bisa ia utarakan kepada seseorang yang selama ini ia kagumi. Seperti ada petir menyambar, keesokan harinya ia mendengar kabar bahwa saudara angkatnya meninggal dunia karena bunuh diri  Lyndon merasa sangat bersalah akibat kematian saudara angkatnya. Ia membuat orang tuanya menangis kembali dan ini menyebabkan ia merasa dirinya tidak pantas menerima rasa kasih sayang dari siapapun lagi.
Semua ucapan Lyndon menggerayangi benak sang Profesor, ia tidak pernah menyangka dibalik persaudaraan ada masalah sebesar ini dan kalimat terakhir dari bibir mungil Lyndon yang meresahkan dirinya, “i have no pride anymore” . ucapan  remaja ini sungguh menyayat hatinya tetapi disisi lain masih bisa bernafas lega sekalipun sosok misterius itu berkata ia tidak menginginkan kasih sayang dan terlihat seperti sosok yang tidak layak hidup didunia ini, namun jauh didalam dirinya masih tersimpan kebaikan yang membuat dirinya bertahan sampai sekarang. Sepertinya tekat untuk memberikan kebaikan mendorong ia untuk terus hidup di dunia ini , pikir sang Profesor kemudian berjalan kembali ke ruangannya dengan langkah mantap.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »