musim

00.41
selamat siang semuanya... kali ini mirru akan membagikan virus cerpen yang terbaru, maaf nih mirru akhir-akhir ini jarang update. hehe... hah? apa? gak yang nunggu mirru update cerpen.
haa.... menyedihkannya....
ah tapi tapi tapi , mirru akan membuat kalian selalu setia dan menunggu cerpen mirru yang terbaru, hahahaah... nantikanlah....
alay ya? it's ok.
 mungkin karena efek panas yang sedang mendera otak mirru makanya jadi agak bergeser hehe..
well, abaikan ocehan mirru kali ini dan segera nikmati cerpen terbaru ini
just enjoy it



Musim



Hampir semu anak-anak menyukai bermain dengan cuaca, entah itu panas maupun hujan. Bahkan ada negara-negara dengan empat musim sekaligus. Negara yang menjadi tempat tinggal hanya memiliki dua musim dan terletak di daerah katulistiwa, maka tak jarang hampir seluruh orang di daerah itu berkulit kecoklatan. Banyak orang memuji kulit kecoklatan yang terlihat mempesona setiap orang ketika mereka berkunjung ke negara lain. Hal ini juga terjadi pada dirinya, seorang anak beruntung yang di ambil oleh orang dari luar negerinya untuk menjadi anak angkat. Setelah cukup lama ia berada di negara itu , akhirnya ia meyadari ia merindukan kampung halamannya. Ia kembali dengan membawa seorang anak dan ia bukan menjadi warga negara dua musim itu lagi tetapi manjadi wisatawan di negeri yang merupakan tempat kelahirannya. Ia sudah tidak mengingat seperti apa wajah kedua oran tua kandungnya, padahal ia meninggalkan kampung halamannya ketika berusia belasan tahun. Utnuk pertama kalinya ia kembali lagi, mengirup udara panas di lapangan luas dengan cahaya terang membentuk bayangan dirinya memanjang ke arah barat. Wanita bertubuh tinggi itu berjalan dengan mantap menggandeng malaikat kecilnya menuju tempat yang tidak begitu ia ingat.
Suara kendaraan bergema di segala sudut jalan, debu bertebangan kemana-mana, suara orang riuh menjadi satu dengan berbagai percakapan yang hampir ia lupakan. “mom ? where we going to?” tanya malaikat kecilnya dengan mata lebar menghadap ke arah dirinya. “we’re going to somewhere...” ucapan wanita itu berhenti ketika ia menemukan tempat yang ia cari terlihat dari kejauhan. “somewhere far away...” gumamnya membuat malaikat kecil miliknya menggenggam erat tangan besar miliknya. Kala itu cuaca sedang panas terik tetapi beberapa menit kemudian gerombolan awan gelap menggantung diatas sana “it’ll be rain soon” ucap malaikat kecilnya dengan menengadahkan tangan mungil itu berusaha mengecek apakah sudah hujan. “guess so, then let’s hurry up, Anna” ucap wanita itu menarik tangan kecil miliknya. Tetapi terlambat hujan telah turun dengan derasnya menerpa mereka berdua sehingga mengharuskan mereka berteduh pada suatu rumah tua.
Atap rumah itu terlihat sudah kecoklatan dan beberapa lumut hijau merambat di setiap ujungnya, tembok rumah itu dulu berwarna putih sekarang berubah menjadi kuning tulang bahkan warna jamur dinding berwarna hitam mulai merambat tiap lekuk bangunan tua itu. Kursi coklat panjang terlihat telah reot dimakan rayap, batu alam yang telibat mulai melunak dengan beberpaa sisi mulai berjatuhan. Sungguh pemadangan rumah yang tidak terawat, ia menatap dengan lekat pada sebuah sisi dari bangunan itu dan terdapat cap tangan anak-anak yang sudah mulai pudar termakan usia. Bola mata coklat itu terbelalak, ia memandang sekitar rumah tua dan menemukan apa yang ia cari. Wanita bercardigan selutut itu berlari keluar teras rumah tua dan berlari diantara hujan. Ia berhenti tepat di bawah pohon mangga, ia mencari-cari tulisan yang dulu pernah ia buat. Matanya berkaca-kaca menenukan potongan memori masa lalunya. Air mata itu meluncur jelas bersamaan hujan mengguyur  tanah kelahirannya. “mom, why are you standing there? It’s raining, mom. Come over here” ucap malaikat kecilnya dengan nada meninggi agar di dengar oleh ibunya. Wanita itu menatap sumber suara dan jelas berdiri malaikat kecilnya bukan lagi ibu yang dulu selalu setia menunggu dirinya di teras rumah itu dengan ekspresi khawatir melihat dirinya berlarian di tengah hujan. Berlarian dengan satu karung berad di tangan kirinya, sibuk memunguti buah mangga yang terjatuh karena terkena angin dan sudah masak di pohon. Ia tersenyum dengan bahagia ketika melihat ibundanya sedang memperhatikan dirinya sewaktu bermain dan mengukir tiap-tiap karung berisi mangga penuh dan kemudian ia kumpulkan di dalam rumah.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »