seperti biasa mirru akan membagikan cerpen terbaru yang sudah lama di buat. kali ini menceritakan seseorang yang sedang di kerjar oleh deadline, seperti layaknya di kejar oleh hantu mungkin...
well,
hope you like it...
Deadline
Sangat susah untuk mengungkapkan apa
yang ada dipikirannya hanya dengan bermodal kata-kata sederhana yang ia miliki.
Ia tidak memiliki tingkat pendidikan tinggi yang mampu membuatnya merangkai
kata-kata manis hingga membentuk kalimat seperti gula-gula yang menjadi
kesukaan anak-anak. Baginya para pembaca itu mirip seperti anak-anak yang
menggemari makanan yang menjadi favorit mereka, tak lain seperti sosok yang ada
dihadapnnya. Ia harus bersusah payah untuk mengusahakan tulisannya dapat menepati
deadline yang telah ditetapkan
bersama. Semuanya tidak ada masalah sebelum kepemimpinan berubah sehingga
mengharuskan dirinya beradaptasi dengan pemimpin barunya. Selera orang memang
berbeda satu sama lain tetapi akan lebih indah jika saja setiap orang mau
memberikan toleransi untuk selera bacaan orang lain. SRAK ! BRAK !
kertas-kertas itu terhembas dalam sekali lempar lengan kecil itu, dan berakhir
dengan mengahantam pintu masuk ruangan tiga kali tiga meter.
Setiap mata dari luar ruangan
mengintip ke dalam melalui jendela bertirai jarang. Semua mata itu menatap ke kerangka
artikel yang telah ia susun setelah berhari-hari
mencari topik yang seusai dengan tema, tetapi justru perlakukan seperti ini
yang didapatkannya. Lembaran itu berserakan di kakinya dan
terlihat tak bernilai sama sekali bahkan bagi seorang pemulung sekalipun
“perbaiki kerangka artikel itu, tidak akan ada seseorang yang rela mengeluarkan
uang mereka untuk membaca artikel anak SD dan usahakan tepati deadline tulisan yang telah ditetapkan,
ingat itu !” ucapan pedas sudah menjadi santapan dirinya hampir setiap kali
menyerahkan kerangka artikel miliknya. Ia pun keluar ruangan dengan muka masam,
beberapa kawannya mendekat ke meja kerjanya dan memberikan beberapa support sederhana untuk dirinya. Sebagian
dari mereka juga memberikan nasehat seperti ini “kau tahu pasti sifat dari Managing director kalau sudah mendekati deadline, jadi kau seharusnya mengambil
pengalaman untuk tidak melampaui deadline
tulisan yang sudah diberikan padamu. Tapi ya, kau memang sudah seperti itu
sejak dulu mau bagaimana lagi. Mungkin ini nasib burukmu karena bertemu dengan Managing
director yang seperti ini dengan deadline
hmm...... just keep going Ari.”
begitu ucapan salah seorang kawan yang kemudian melenggang pergi menuju tempat
duduknya.
Ketika sedang terjadi brainstroming semua orang berfikir
dengan sangat keras untuk mengusulkan tema terbaik untuk edisi yang
selanjutnya, akan tetapi dirinya tidak bisa datang saat itu karena ada masalah
dengan salah seorang yang spesial di hidupnya sehingga ia tidak terlalu
memahami tema kali ini, bahkan ia tidak mengetahui kebijakan mengenai
penyerahan deadline tulisan. Pria
bertubuh tegap ini menyadari akan terjadi masalah jika ia terlambat memberikan
kerangka artikel dan sebagainya kepada Managing
director kali ini. Jemarinya menyentuh cangkir poselen itu terasa hangat,
disesapnya sedikit kopi yang mulai kehilangan rasa pahit. Terkadang ia berfikir
sebenarnya yang kehilangan rasa pahit itu kopi yang berada di genggaman
tangannya atau justru dirinya yang telah terbiasa dengan rasa pahit kehidupan
sehingga rasa pahit kopi tidak menjadi masalah bagi lidahnya. Diputarnya kursi
yang sedang ia duduki dan mulai menatap ruangan yang beberapa jam lalu menjadi tempatnya berdiri
terpatung. Otaknya mulai berfikir seperti apa rasanya jika ia terus menerus
berada di dalam sana seorang diri seperti yang dilakukan oleh sosok itu, Managing director terlihat tidak pernah
mengantuk sekalipun tidak pernah terlihat minum kopi dipagi hari. Pria berbaju
krem ini mulai menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang tengah ia duduki
dan kembali berpikir seperti sosok yang berada diruangan itu, ruangan dimana
intersaksi sangat minim seperti hanya sosok itu dan para dokumen yang dapat
bercengkrama dengan nyaman. Sebenarnya apa yang ada dipikiran sosok itu sewaktu
memarahi dirinya, apakah dia tidak pernah merasa bersalah setelah melempar
hasil pekerjaan seseorang yang telah dengan susah payah mempertahankan hidupnya
dari jeratan deadline yang terasa
mencekal leher mereka. Dipandangnya sosok itu dari celah jendela tempat para
kawannya tadi memelototi dirinya dari luar ruangan itu, telihat tidak memiliki
keistimewaan apapun di balik sikap dinginnya.
Kembali disesapnya kopi yang mulai mendingin seraya
menatap layar komputer yang tetap putih bersih, “Ari, sebaiknya kau
menyelesaikan artikelmu sebelum Managing
director mulai murka lagi” ucap seseorang dari arah belakang membuat
fokusnya teralihkan ke sumber suara itu “ha ha ha tenang saja, akan kuperbaiki
semua yang telah kubuat tadi siang” ucap Ari dengan tersenyum palsu “oke, itu
sih terserah kamu. Nah, sampai jumpa besok” ucap gadis berambut sebahu itu
dengan meninggalkan aroma vanilla ketika keluar ruangan yang sudah sepi . “bitch” celetuknya ketika sosok itu
benar-benar menghilang dari ruangan yang baru ia sadari sudah ditinggalkan oleh para pekerjanya hingga
hanya meninggalkan dirinya dan sosok berdarah dingin itu di dalam sangkarnya.
Ia kembali menoleh ke arah luar ruangan yang terlihat jelas melalui jendela
lebar yang dijadikan dinding ruangan lantai atas itu, ditariknya turun sedikit
dasi yang terasa mengikat lehernya sama seperti deadline. Mata bulat hitam
itu menatap sekeliling luar gedung yang telihat terang oleh lampu-lampu malam
hingga ruang kerja miliknya terlihat
mulai gelap dan kembali tatapannya mengarah ke ruangan Managing director yang terlihat masih terang. Sekarang terlihat
sosok penghuninya justru terlelap dalam mimpi.
Sedikit senyum muncul ujung bibir
tipis miliknya sehingga nampak seperti seringai, bisikan iblis mulai
menggerayangi kepalanya. Bagaimana jika sosok yang biasa terlihat sebagai iblis
neraka itu kini terlihat seperti bayi yang sedang terlelap tanpa penjagaan sama
sekali. Disiapkan ponsel miliknya dan diatur ke dalam mode kamera untuk
mengabadikan sebuah momen langka, atau bahkan ia dapat menjadikannya sebagai
alat pemeras sehingga tidak perlu terjerat oleh deadline terus menerus. Kikik
kecil muncul di dalam hatinya tapi ia tahan dengan sangat erat agar tidak
terlepas keluar. Ia mengendap-endap layaknya seorang maling yang hendak mencuri
ke dalam kediaman seseorang, ditatapnya wajah yang terlihat tenang itu. Di
lihat dari segi manapun sosok Managing
director memang lebih muda darinya, mungkin hanya karena ia anak dari
perusahaan ini sehingga dapat menduduki jabatan ini dengan sangat mudah.
Melihat wajah muda dihadapannya membuatnya teringat akan masa-masa muda
miliknya, alis mata yang terlihat tegas membingkai wajah itu. Kacamata tipis tertengger
membuatnya nampak lebih dewasa dari usia yang sebenarnya, mata tajam itu tengah
tertutup oleh kelopak mata yang sedikit sembam. Hidup lurus menukik serasi
dengan tulang pipi tegas miliknya, hingga bibir kecil nan tipis yang hampir
setiap terbuka melontarkan kata-kata dingin menusuk. Justru kini tengah
tertengger sebatang permen di bibir itu, terlihat sangat lucu layaknya
anak-anak dimatanya. Hampir-hampir Ari tertawa karena tidak menyangka dibalik
sosok kejam nan dingin itu tetap tersimpan sosok anak-anak yang menginginkan
hal-hal manis dalam hidupnya, ponsel di genggamannya sudah siap mengabadikan
momen langka itu tetapi entah kenapa ia tidak segera melakukannya.
Matanya melirik tumpukan kertas
kerja yang ada di meja Managing director dan
terlihat ada coretan merah di sana sini, betapa kagetnya ia ketika mengetahui
bahwa itu merupakan kerangka artikel miliknya. Dengan perlahan ia mengambil
tumpukan kertas yang sedari tadi dicengkeram kuat oleh sosok itu dalam
tidurnya. “ck, kau terlalu muda untuk melakukan semua ini sendiri. Poor boy.” , gumamnya kemudian pergi
keluar ruangan itu setelah menyelimuti sosok pekerja keras itu “Thanks for your hard work” sambungnya
melanjutkan langkah miliknya. Tidak kusangka sosok sepertinya yang galak di
luar tetapi begitu lembut di dalamnya, ia bekerja lebih keras dari siapapun di
sini. “dia terlihat manis sekali dengan lolipop itu” pikirnya dalam perjalanan keluar,
“hah !? apa yang ku pikirkan ! sialan ! aku harus cepat pulang dan
menyelesaikan pekerjaanku! Kemudian aku tidur ! ya ! tidur ! lupakan semua yang
terjadi hari ini ! arggghhh...” geramnya dalam perjalanan keluar dari gedung bertingkat
itu seraya menjambak rambutnya kesal. Menyusuri jalanan malam yang mulai sepi
diselingi oleh angin malam nan dingin pria itu melangkah lebar-lebar menuju
kediamannya, tanpa disadari sosok itu telah di ikuti oleh tatapan nan tajam
dari lantai atas gedung itu, dari dalam ruangan dimana beberapa menit lalu ia
berdiri. Bukan hantu malam hari yang menatap Ari melainkan sosok yang tadi ia
selimuti menatapnya dengan tatapan penuh makna. Alis tertaut menandakan
kekhawatiran atau kebingunagan di wajah itu, sedetik mata mereka bertemu dan
dalam sekejap pandangan mereka terpotong oleh tirai ruangan kerja itu yang
ditutup oleh pemiliknya. “hmmm.... dia benar-benar susah dipahami apa maunya,
haa......” gumamnya dengan helaan panjang mengahiri kalimatnya, “tetapi itu
sangat manis, entah kenapa. Manis seperti gula-gula, Ah ! Candy !!” pekiknya kemudian “benar,
candy. Kalau begitu aku sudah
menemukan topik yang pas dengan tema kali ini dan aku bisa memperbaiki artikel
milikku ini dengan lebih baik berdasarkan coretan-coretan ini ha ha ha.... thanks to you !!! deadline
! i’ll defeat you for sure this time ! just prepare yourself ha ha...” ucapnya
kegirangan dan berlari sepanjang jalan.
note: pict hanya pemanis, itu berasal dari anime natsume yuujinchou season 3.
EmoticonEmoticon