Deadline

01.19
sore semuanya... sepertinya sudah lama mirru meliburkan diri dari dunia ini hehehe...
seperti biasa mirru akan membagikan cerpen terbaru yang sudah lama di buat. kali ini menceritakan seseorang yang sedang di kerjar oleh deadline, seperti layaknya di kejar oleh hantu mungkin...
well,
hope you like it...



Deadline

Sangat susah untuk mengungkapkan apa yang ada dipikirannya hanya dengan bermodal kata-kata sederhana yang ia miliki. Ia tidak memiliki tingkat pendidikan tinggi yang mampu membuatnya merangkai kata-kata manis hingga membentuk kalimat seperti gula-gula yang menjadi kesukaan anak-anak. Baginya para pembaca itu mirip seperti anak-anak yang menggemari makanan yang menjadi favorit mereka, tak lain seperti sosok yang ada dihadapnnya. Ia harus bersusah payah untuk mengusahakan tulisannya dapat menepati deadline yang telah ditetapkan bersama. Semuanya tidak ada masalah sebelum kepemimpinan berubah sehingga mengharuskan dirinya beradaptasi dengan pemimpin barunya. Selera orang memang berbeda satu sama lain tetapi akan lebih indah jika saja setiap orang mau memberikan toleransi untuk selera bacaan orang lain. SRAK ! BRAK ! kertas-kertas itu terhembas dalam sekali lempar lengan kecil itu, dan berakhir dengan mengahantam pintu masuk ruangan tiga kali tiga meter.
Setiap mata dari luar ruangan mengintip ke dalam melalui jendela bertirai jarang. Semua mata itu menatap ke kerangka artikel yang telah ia susun setelah berhari-hari mencari topik yang seusai dengan tema, tetapi justru perlakukan seperti ini yang  didapatkannya.  Lembaran itu berserakan di kakinya dan terlihat tak bernilai sama sekali bahkan bagi seorang pemulung sekalipun “perbaiki kerangka artikel itu, tidak akan ada seseorang yang rela mengeluarkan uang mereka untuk membaca artikel anak SD dan usahakan tepati deadline tulisan yang telah ditetapkan, ingat itu !” ucapan pedas sudah menjadi santapan dirinya hampir setiap kali menyerahkan kerangka artikel miliknya. Ia pun keluar ruangan dengan muka masam, beberapa kawannya mendekat ke meja kerjanya dan memberikan beberapa support sederhana untuk dirinya. Sebagian dari mereka juga memberikan nasehat seperti ini “kau tahu pasti sifat dari Managing director kalau sudah mendekati deadline, jadi kau seharusnya mengambil pengalaman untuk tidak melampaui deadline tulisan yang sudah diberikan padamu. Tapi ya, kau memang sudah seperti itu sejak dulu mau bagaimana lagi. Mungkin ini nasib burukmu karena bertemu dengan  Managing director yang seperti ini dengan deadline hmm...... just keep going Ari.” begitu ucapan salah seorang kawan yang kemudian melenggang pergi menuju tempat duduknya.
Ketika sedang terjadi brainstroming semua orang berfikir dengan sangat keras untuk mengusulkan tema terbaik untuk edisi yang selanjutnya, akan tetapi dirinya tidak bisa datang saat itu karena ada masalah dengan salah seorang yang spesial di hidupnya sehingga ia tidak terlalu memahami tema kali ini, bahkan ia tidak mengetahui kebijakan mengenai penyerahan deadline tulisan. Pria bertubuh tegap ini menyadari akan terjadi masalah jika ia terlambat memberikan kerangka artikel dan sebagainya kepada Managing director kali ini. Jemarinya menyentuh cangkir poselen itu terasa hangat, disesapnya sedikit kopi yang mulai kehilangan rasa pahit. Terkadang ia berfikir sebenarnya yang kehilangan rasa pahit itu kopi yang berada di genggaman tangannya atau justru dirinya yang telah terbiasa dengan rasa pahit kehidupan sehingga rasa pahit kopi tidak menjadi masalah bagi lidahnya. Diputarnya kursi yang sedang ia duduki dan mulai menatap ruangan yang beberapa jam lalu menjadi tempatnya berdiri terpatung. Otaknya mulai berfikir seperti apa rasanya jika ia terus menerus berada di dalam sana seorang diri seperti yang dilakukan oleh sosok itu, Managing director terlihat tidak pernah mengantuk sekalipun tidak pernah terlihat minum kopi dipagi hari. Pria berbaju krem ini mulai menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang tengah ia duduki dan kembali berpikir seperti sosok yang berada diruangan itu, ruangan dimana intersaksi sangat minim seperti hanya sosok itu dan para dokumen yang dapat bercengkrama dengan nyaman. Sebenarnya apa yang ada dipikiran sosok itu sewaktu memarahi dirinya, apakah dia tidak pernah merasa bersalah setelah melempar hasil pekerjaan seseorang yang telah dengan susah payah mempertahankan hidupnya dari jeratan deadline yang terasa mencekal leher mereka. Dipandangnya sosok itu dari celah jendela tempat para kawannya tadi memelototi dirinya dari luar ruangan itu, telihat tidak memiliki keistimewaan apapun di balik sikap dinginnya.
 Kembali disesapnya kopi yang mulai mendingin seraya menatap layar komputer yang tetap putih bersih, “Ari, sebaiknya kau menyelesaikan artikelmu sebelum Managing director mulai murka lagi” ucap seseorang dari arah belakang membuat fokusnya teralihkan ke sumber suara itu “ha ha ha tenang saja, akan kuperbaiki semua yang telah kubuat tadi siang” ucap Ari dengan tersenyum palsu “oke, itu sih terserah kamu. Nah, sampai jumpa besok” ucap gadis berambut sebahu itu dengan meninggalkan aroma vanilla ketika keluar ruangan yang sudah sepi . “bitch” celetuknya ketika sosok itu benar-benar menghilang dari ruangan yang baru ia sadari  sudah ditinggalkan oleh para pekerjanya hingga hanya meninggalkan dirinya dan sosok berdarah dingin itu di dalam sangkarnya. Ia kembali menoleh ke arah luar ruangan yang terlihat jelas melalui jendela lebar yang dijadikan dinding ruangan lantai atas itu, ditariknya turun sedikit dasi yang terasa mengikat lehernya sama seperti deadline.  Mata bulat hitam itu menatap sekeliling luar gedung yang telihat terang oleh lampu-lampu malam hingga ruang kerja miliknya  terlihat mulai gelap dan kembali tatapannya mengarah ke ruangan Managing director yang terlihat masih terang. Sekarang terlihat sosok penghuninya justru terlelap dalam mimpi.
Sedikit senyum muncul ujung bibir tipis miliknya sehingga nampak seperti seringai, bisikan iblis mulai menggerayangi kepalanya. Bagaimana jika sosok yang biasa terlihat sebagai iblis neraka itu kini terlihat seperti bayi yang sedang terlelap tanpa penjagaan sama sekali. Disiapkan ponsel miliknya dan diatur ke dalam mode kamera untuk mengabadikan sebuah momen langka, atau bahkan ia dapat menjadikannya sebagai alat pemeras sehingga tidak perlu terjerat oleh deadline terus menerus. Kikik kecil muncul di dalam hatinya tapi ia tahan dengan sangat erat agar tidak terlepas keluar. Ia mengendap-endap layaknya seorang maling yang hendak mencuri ke dalam kediaman seseorang, ditatapnya wajah yang terlihat tenang itu. Di lihat dari segi manapun sosok Managing director memang lebih muda darinya, mungkin hanya karena ia anak dari perusahaan ini sehingga dapat menduduki jabatan ini dengan sangat mudah. Melihat wajah muda dihadapannya membuatnya teringat akan masa-masa muda miliknya, alis mata yang terlihat tegas membingkai wajah itu. Kacamata tipis tertengger membuatnya nampak lebih dewasa dari usia yang sebenarnya, mata tajam itu tengah tertutup oleh kelopak mata yang sedikit sembam. Hidup lurus menukik serasi dengan tulang pipi tegas miliknya, hingga bibir kecil nan tipis yang hampir setiap terbuka melontarkan kata-kata dingin menusuk. Justru kini tengah tertengger sebatang permen di bibir itu, terlihat sangat lucu layaknya anak-anak dimatanya. Hampir-hampir Ari tertawa karena tidak menyangka dibalik sosok kejam nan dingin itu tetap tersimpan sosok anak-anak yang menginginkan hal-hal manis dalam hidupnya, ponsel di genggamannya sudah siap mengabadikan momen langka itu tetapi entah kenapa ia tidak segera melakukannya.
Matanya melirik tumpukan kertas kerja yang ada di meja Managing director dan terlihat ada coretan merah di sana sini, betapa kagetnya ia ketika mengetahui bahwa itu merupakan kerangka artikel miliknya. Dengan perlahan ia mengambil tumpukan kertas yang sedari tadi dicengkeram kuat oleh sosok itu dalam tidurnya. “ck, kau terlalu muda untuk melakukan semua ini sendiri. Poor boy.” , gumamnya kemudian pergi keluar ruangan itu setelah menyelimuti sosok pekerja keras itu “Thanks for your hard work” sambungnya melanjutkan langkah miliknya. Tidak kusangka sosok sepertinya yang galak di luar tetapi begitu lembut di dalamnya, ia bekerja lebih keras dari siapapun di sini. “dia terlihat manis sekali dengan lolipop itu” pikirnya dalam perjalanan keluar, “hah !? apa yang ku pikirkan ! sialan ! aku harus cepat pulang dan menyelesaikan pekerjaanku! Kemudian aku tidur ! ya ! tidur ! lupakan semua yang terjadi hari ini ! arggghhh...” geramnya dalam perjalanan keluar dari gedung bertingkat itu seraya menjambak rambutnya kesal. Menyusuri jalanan malam yang mulai sepi diselingi oleh angin malam nan dingin pria itu melangkah lebar-lebar menuju kediamannya, tanpa disadari sosok itu telah di ikuti oleh tatapan nan tajam dari lantai atas gedung itu, dari dalam ruangan dimana beberapa menit lalu ia berdiri. Bukan hantu malam hari yang menatap Ari melainkan sosok yang tadi ia selimuti menatapnya dengan tatapan penuh makna. Alis tertaut menandakan kekhawatiran atau kebingunagan di wajah itu, sedetik mata mereka bertemu dan dalam sekejap pandangan mereka terpotong oleh tirai ruangan kerja itu yang ditutup oleh pemiliknya. “hmmm.... dia benar-benar susah dipahami apa maunya, haa......” gumamnya dengan helaan panjang mengahiri kalimatnya, “tetapi itu sangat manis, entah kenapa. Manis seperti gula-gula, Ah ! Candy !!” pekiknya kemudian “benar,  candy. Kalau begitu aku sudah menemukan topik yang pas dengan tema kali ini dan aku bisa memperbaiki artikel milikku ini dengan lebih baik berdasarkan coretan-coretan ini ha ha ha.... thanks to you !!!  deadline !  i’ll defeat you for sure this time ! just prepare yourself ha ha...” ucapnya kegirangan dan berlari sepanjang jalan.



note: pict hanya pemanis, itu berasal dari anime natsume yuujinchou season 3. 

Artikel Terkait

Previous
Next Post »